luluh hatiku yang sayu menatap wajahmu tenang dalam lena.. kasih zahirkan laku sedangkan bibirku jauh dari lafaznya.
dan raut tuamu membekas jiwaku meredakan rindu mendamaikan kalbu takmungkin kutemu iras sentuhanmu biarpun kuredah seluruh dunia mencari gantimu..
betpa sukarnya menyusun bicara meluahkan rasa menuturkan sayang kasih yang terlimpah hanya sekedar tingkah cuma ungkapan kebisuan yang melindungkan kalimah rahsia
masih kubiarkan lafaz rindu melarikan lafaz kasihku padamu..
mengapakah sukar menyusun bicara meluahkan rasa menuturkan sayang.. kasih yang terlimpah hanya sekedar tingkah cuma ungkapan bisu kalimah rahsia
apakah yang hilang andai dilisankan bait penghargaan penuh kejujuran tak mungkin terlihat cinta yang merona jika hanya renungan mata yang bersuara bukan tutur kata
tiada lagi ertinya pengucapan andai akhir nafas di ujung helaan sebelum mata rapat terpejam usah biar kehilangan menggantikan lafaz yang tersimpan.
Tari Seudati adalah nama tarian yang berasal dari provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Seudati berasal dari kata Syahadat, yang berarti saksi/bersaksi/pengakuan terhadap Tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad utusan Allah.
Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.
*Sejarah*
Seudati mulai dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh. Penganjur Islam memanfaatkan Seudati sebagai media dakwah dalam mengembangkan ajaran Islam. Melalui kisah dalam tarin Suedati pesan – pesan, ajaran agama disampaikan.
Ulama yang mengembangkan agama Isalm di Aceh umumnya berasal dari negeri Arab. Karena itu, istilah – istilah yang dipakai dalam seudati umumnya berasal dari bahasa Arab. Diantaranya istilah Syeh yang berarti pemimpin, Saman yang berarti delapan, dan Syair yang berarti nyayian.
Tari Seudati sekarang sudah berkembang ke seluruh daerah Aceh dan digemari oleh masyarakat. Selain dimanfaatkan sebagai media dakwah, Seudati juga menjadi pertunjukan hiburan rakyat.
*Asal Usul*
Tari Seudati pada mulanya tumbuh di desa Gigieng, Kecamatan Simpang Tiga, Kabupaten Pidie, yang dipimpin oleh Syeh Tam. Kemudian berkembang ke desa Didoh, Kecamatan Mutiara, Kabupaten Pidie yang dipimpin oleh Syeh Ali Didoh.
Jadi tari seudati berasal dari kabupaten Pidie. Seudati termasuk salah satu tari tradisional Aceh yang dilestarikan dan kini menjadi kesenian pembinaan tingkat Sekolah Dasar.
*Penyajian*
Tari Seudati disajikan pada acara – acara hiburan rakyat, selesai panen dalam bentuk Seudati Tunang, dakwah, penerimaan tamu, dan malam-malam resepsi, serta acara-acara lain sesuai kebutuhan. Seudati dimainkan eloh 10 orang penari pria yang terdiri dari; 8 orang penari dan 2 orang syahi (Aneuk Seudati). Penari Seudati dipimpin oleh seorang Syeh dan didampingi oleh seorang Apet.
Busana yang dipakai penari Seudati pada waktu petunjukan terdiri dari; Tengkulak (ikat kepala) berwarna coklat, baju kaos putih lengan panjang, celana panjang warna putih atau hitam, sarung songkeet dipakai hingga lutut, kain pengikat pinggang yang berwarna, dan Rencong meupucok reubongkala. []
Aku ..... Hanya Mengerti Cinta, Itu saja. Aku hanya ingin mencintaimu seperti sebutir pasir di bongkahan karang, merindukan perbedaan, untukmu kuada.
Aku hanya ingin menyaksikan kau dan aku duduk bersandar pada rumah mimpi kita, persinggahan terakhir kita saat tua nanti. Aku ingin merengkuh bahagia di tanganku
menggenggam kehangatan cintamu di telapakku tuk kusematkan di dadaku setiap aku melampiaskan rindu padamu. ingin kutanamkan kasih purbaku ke dalam relung jiwamu supaya namaku tergurat di hatimu saat aku jauh dari pandanganmu.
Aku akan selalu ada untukmu. Sekian lama, aku selalu menunggu. menanti keajaiban itu hadir di mataku. Tlah kukorbankan sgala airmataku untuk mencintaimu hingga kering tak bersisa. Dan kau telah menjadi darah bagi hidupku nafas bagi jiwaku dan jantung buat hatiku.
Aku merasa... aku adalah tulang rusukmu yang telah hilang. Kau lelaki purba dari hastina bijaksana dan rupawan suaramu menggelegar membelah angkasa
Kau membuatku merasa aman dan damai. Aku merasa…Aku terikat denganmu. Kau adalah sandaran tatkala ku hilang asa Kau adalah batu karangku kala aku lemah kau adalah rumahku saat ku butuh perlindungan kau adalah surgaku saat aku menyerah dalam cobaan dan kau adalah mata airku saat aku haus kasih sayangmu… Kau adalah tamengku saat aku tidak menjadi apa-apa lagi...
Namun,Aku hanya perempuan berhati cinta. Ingin kuteriakkan pada angin Tuk membawa isyarat cintaku padamu ingin semua gelora ini kulepaskan ke alam raya Sambil melepaskan semua anak panah milik arjuna berhiaskan seluruh cintaku tuk melesat ke jantungmu.
Aku ingin sekali mencintaimu dengan sederhana sesederhana pengertianku tentang cinta: Hanya Kau dan Aku di taman Firdaus. Tapi,Aku seperti pena tak bermata mengharapkan guratanku di atas permadani kertasmu Seperti ilalang di atas bumi, mengharapkan sentuhan bulan di pucuk daunnya Seperti gurun yang merindukan hujan tapi yang selalu datang adalah panas. Seperti musafir di tengah padang lepas mengharapkan setetas air pelepas dahaga seperti kata yang bertebaran di udara tanpa pernah dirangkai pujangga tuk jadi kata-kata yang indah penyejuk jiwa aku hanya sebuah kata yang tak berarti yang mungkin juga berakhir dalam kata yang menjadi karat.
Sebuah kata yang tak mampu mengukir cinta Meski hanya untuk dirinya sendiri. Dan memenjarakan cinta tanpa melepaskannya. Andai aku bukan kata, aku ingin menjadi cinta saja.. yahhh hanya cinta..
Pipi pualam itu telah kembali Melebur kerinduan yang selalu mematri Menyuguhkan kengatan yang sempat sembunyi Aku ceburkan diri kedalam oase hati Segarnya menggelontor nokta-noktah diri
Pipi pualam itu telah kembali Menebar senyuman dibalik tirai Merajut kedipan mata laksana untaian kalibat tasbih Membelai dengan telapak tangan lalu mengusap pipi
Pipi pualam itu sudah ada disini Memberi teriakan-teriakan kecil yang melankoli Membatik lubrikasi diantara kasur dan sprei Salam dari diri yang sudah bertemu kembali
Dikisahkan, ada sebuah keluarga besar. Kakek dan nenek mereka merupakan pasangan suami istri yang tampak serasi dan selalu harmonis satu sama lain. Suatu hari, saat berkumpul bersama, si cucu bertanya kepada mereka berdua, "Kakek, Nenek, tolong beritahu kepada kami resep akur dan cara Kakek dan Nenek mempertahan cinta selama ini agar kami yang muda-muda bisa belajar."
Mendengar pertanyaan itu, sesaat kakek dan nenek beradu pandang sambil saling melempar senyum. Dari tatapan keduanya, terpancar rasa kasih yang mendalam di antara mereka. "Aha, Nenek yang akan bercerita dan menjawab pertanyaan kalian," kata kakek.
Sambil menerawang ke masa lalu, nenek pun memulai kisahnya. "Ini pengalaman kakek dan nenek yang tak mungkin terlupakan dan rasanya perlu kalian dengar dengan baik. Suatu hari, kami berdua terlibat obrolan tentang sebuah artikel di majalah yang berjudul `bagaimana memperkuat tali pernikahan'. Di sana dituliskan, masing-masing dari kita diminta mencatat hal-hal yang kurang disukai dari pasangan kita. Kemudian, dibahas cara untuk mengubahnya agar ikatan tali pernikahan bisa lebih kuat dan bahagia. Nah, malam itu, kami sepakat berpisah kamar dan mencatat apa saja yang tidak disukai. Esoknya, selesai sarapan, nenek memulai lebih dulu membacakan daftar dosa kakekmu sepanjang kurang lebih tiga halaman. Kalau dipikir-pikir, ternyata banyak juga, dan herannya lagi, sebegitu banyak yang tidak disukai, tetapi tetap saja kakek kalian menjadi suami tercinta nenekmu ini," kata nenek sambil tertawa. Mata tuanya tampak berkaca- kaca mengenang kembali saat itu.
Lalu nenek melanjutkan, "Nenek membacanya hingga selesai dan kelelahan. Dan, sekarang giliran kakekmu yang melanjutakan bercerita." Dengan suara perlahan, si kakek meneruskan. "Pagi itu, kakek membawa kertas juga, tetapi.... kosong. kakek tidak mencatat sesuatu pun di kertas itu. Kakek merasa nenekmu adalah wanita yang kakek cintai apa adanya, kakek tidak ingin mengubahnya sedikit pun. Nenekmu cantik, baik hati, dan mau menikahi kakekmu ini, itu sudah lebih dari cukup bagi kakek."
Nenek segera menimpali, "Nenek sungguh sangat tersentuh oleh pernyataan kakekmu itu sehingga sejak saat itu, tidak ada masalah atau sesuatu apa pun yang cukup besar yang dapat menyebabkan kami bertengkar dan mengurangi perasaan cinta kami berdua."
Pembaca yang budiman, Sering kali di kehidupan ini, kita lebih banyak menghabiskan waktu dan energi untuk memikirkan sisi yang buruk, mengecewakan, dan yang menyakitkan. Padahal, pada saat yang sama kita pun sebenarnya punya kemampuan untuk bisa menemukan banyak hal indah di sekeliling kita.
Saya yakin dan percaya, kita akan menjadi manusia yang berbahagia jika kita mampu berbuat, melihat, dan bersyukur atas hal-hal baik di kehidupan ini dan senantiasa mencoba untuk melupakan yang buruk yang pernah terjadi. Dengan demikian, hidup akan dipenuhi dengan keindahan, pengharapan, dan kedamaian....
Entah kenapa, tidak seperti biasanya... Hari ini hujan turun begitu deras Sederas air mataku Petir menggelegar memekakan telinga Seperti Tangisanku
Angin bertiup kencang Membuat dedaunan lepas dari tangkainya seperti cintaku yang tlah lepas tanpa bisa ku cegah
Terasa sakit..... Bagai tertampar oleh kenyataan Kenangan indah itu tlah pergi Bersama perginya dia dalam kehidupanku
Sepenggal cintaku tlah hilang Entah kemana kan kucari lagi Berdoa dan berharap Seseorang kan memberikan sepenggal cinta itu atau malah melenyapkannya jauh..dan jauh..
Pancaran senja menerobos dari balik bilik tua diujung suatu kota. Menaburkan kesenyapan yang menyusupi seluruh aura. Bahkan suara jangkrik yang melantunkan lagunya pun tak sampai membangunkan suasana keramaian disana. Sayup-sayup ku dengar dari jauh kau teriakkan namaku, memanggilku untuk bergegas menujumu.
Tapi ku terlalu malas untuk benar-benar memicingkan telingaku agar aku yakin kaulah yang menyebut namaku. Sudah lebih dari sewindu selalu ku dengar suara lirih itu memenuhi angkasa. Tapi tak pernah ku temui wujudmu meskipun dalam bayangan.
*Senja yang mana yang akan membawamu kembali?*
Ku bertanya kepada ratusan burung yang selalu melintasi samudra, tapi tak sekalipun mereka melihatmu mengayuhkan perahu merapat ke kotaku.
perlahan ku basuh sedikit dari sisa wajah,, dan senyum itu serasa hangat,,menyapaku
pa kabarmu hari ini?? tangguh kah aq seperti pintamu dulu?? coba liat sekarang... adakah aq seperti gadis kecil yang dulu? tapi senyum itu tak terasa hilangggg dan hilanggg
aq tlah mengecewakannya...yah aq salah.. dan aq tau itu,,, maaf....
tertatih ku menggapai semua yang tertata satu satu menghiba ku meminta .....satu satu namun,,, disini..jauh disini,, tak ada keinginan yang tak tercapai semua butuh waktu untuk ku capai satu..satu..
....................................
Berlalu lalang pelangi-pelangi itu menebar janji Menabur ranjau-ranjau merah jambu yang memikat hati Luluhkan hati yang tak bergeming dalam ihwal cinta Menarik jiwa meski hanya melirik untuk sekejap
Pendar-pendar lentera mulai terang menyala Laksana untaian kata-kata yang manis terasa Hingga membuatku memantulkan pancaran cinta Yang tersambung diantara pahatan-pahatan kata indah
Kini...... Semuanya sudah dijalani dengan seksama Namun kata manis itu nyaris lapuk Rapuh..... Lalu koyak karena usang oleh sikap yang menjuntai Hingga menyadarkan diri telah diiming-iming janji Yang memulas hati menjadi benci duhhh,,gersangnya hati.. kerontangnya jiwa,,,,, luluh lantak dalam cinta tak berwujud dan palsu,,,