Fajar menyingsing mengusir embun Menyapa jiwa yang beku dengan sayu Halusnya sinar mentari mengusir sepi Bisik mesra udara pagi menghapus sunyi
Geliat tarian manja sang surya menyeret hati Merayu hati yang rindu untuk mengajak bernyanyi Tentang sebuah kerinduan yang semakin melubangi diri Kepada seseorang yang telah berhasil mencuri hati ini
Gemerincing gelang-gelang waktu yang terus berdenting Laksana melodi hati yang terus ingin bersanding Mendulang kata mesra pancaran cinta tanpa tedeng aling-aling Mengukir sebuah senyum indah yang terus mengerling Sudutkan dirimu sayang di tirta kolam yang bening Dan kita mengikuti irama tubuh yang mulai hening
Disenja ini aku kembali berdiri Menatap hangat serbuk sore Yang bertabur diantara pelataran jiwa Mencoba menghaturkan sepenggal kata Yang teronce dengan sederhana saja
Meraung-raung gema rindu diujung kepala Mencoba menghapus luka dalam jiwa Menghadirkan bayangmu secara kasat mata Aku .. Telah terpikat oleh sikap tulus ikhlasmu
Taburan aroma senja sore ini Masih membawa segarnya aroma tubuhmu Yang tertinggal di kedua telapak tanganku Tanda bukti bila aku telah menggenggam jemarimu meskipun cuma yang hadir hanya siluet semu..
Aku bukanlah seseorang yang berarti ketika waktu aku bagaikan seorang kiyai mengobral kata dengan makna selangit membuat kesombongan berkibar melebihi langit
Aku bukanlah seorang yang memahami hingga pada saat ku coba mencari arti dengan merenung dalam diamku Dan terdapat hati yang tidak dapat dimengerti
Aku bukanlah seorang pertapa maka aku harus rendah hati Tak bolah aku bersombong hati Karena aku bagai buih kan hilang dan berganti
Aku hanya ingin berkarya hanya kususun kata kata tak bergema melambangkan kekosongan sebuah jiwa walau terkadang tak berarti dan tak bermakna
Tapi tak lelah aku untuk terus belajar Mencari makna akan hidup dan kehidupan manusia kendati hari ini aku seorang pembelajar menuju pemahaman akan makna hidup di dunia
Dalam pembelajaran yang tak pernah henti Erwin & jingga 2 februari 2008
Doa bertalu dari lubuk hati Menyebut sang pencipta roh Meminta sedikit cahaya yang telah redup Menjaga hati tuk tak tertutup
Roh tlah berjalan melambai Mengagumi indahnya mata itu Binarnya telah memasuki hati Yang tak sengaja mengetuk rasa
Baru kusadari itu cinta Tlah memasuki kepingan jiwa Gunung es telah merasuki nurani Apakah dia sultan yang ku cari?
Memang ku tak lihai membaca hati Selalu berlari menjadi seorang pemimpi kecil Ijinkan sekali lagi ku basuh hatimu yang lelah Untuk berlari menunju cahaya bintang
Malam itu kau ketuk pintu hatiku Dengan seraut hati dingin yang bergelanyut Kau minta hatiku untuk gunung es itu Untuk menghapus jejak sang penakluk
Entah bagaimana hari berlari Menyeberangi dua hati yang tidak saling mengerti Terseok mengikuti setiap kata hati Hanya bayang keraguan yang terus mengikuti
Entahlah…tapi hati sudah mulai terukir Mencoba menyairkan kebekuan hati dengan nurani Menyatukan perbedaan dalam bening jiwa Bukan hanya sekedar berjalan dengan apa adanya
Saat waktu telah berhenti Sebuah sayap terbang tinggi Menuju puncak gunung es itu Terlalu dini kah atau terlalu beku kah Hanya kau yang tahu…
Entah apa lagi yang harus aku tulis setelah semua kata tersusun jadi aksara lewat puisi yang bercerita tentang rindu dan cinta bukan sebuah simpati yang aku harapkan darimu namun aku membutuhkan kasih sayang dan cintamu
burung gagak yang melantunkan tembang menyayat jiwaku yang kini terbang melayang membisukan anganku yang mulai berdendang apakah aku adalah anai-anai yang hendak berdendang atau sebuah serbuk sari yang terbawa di kaki sang kumbang?
ku menatap rembulan yang tersenyum sinis pada ku dan ia berkata bahwa aku sedang di rundung duka ahhh basiiii kata ku.... walaw pun ia berkata benar tapi egoku yang berkata tidakkk yang kuingin hanya....hffff bolehkah asa ini milikku Tuhan??